![]() |
Remaja Belajar Bareng Berujung Coba-Coba Nge*w* |
Mereka sudah beberapa kali belajar bareng, tapi kali ini berbeda. Sementara mereka biasa duduk dengan jarak yang cukup jauh, entah kenapa, kali ini perasaan Adi lebih intens, lebih menyesakkan. Hanya satu hal yang ia tahu: hari ini akan berbeda.
Pintu rumah Rayhan terbuka, dan Citra masuk dengan tas di tangan. Dia melemparkan senyum tipis sambil menyapa. "Hai, Adi! Udah siap belajar atau cuma ngabisin waktu buat ngobrol?"
Adi tersenyum dan berusaha menjaga ketenangannya, meskipun ada sesuatu di dalam dirinya yang terasa menggelora. “Ayo, kita belajar. Tapi kalau ngobrol juga boleh, kok,” jawabnya sambil mempersilakan Citra masuk lebih dalam.
Citra berjalan menuju ruang tamu, tempat mereka biasa belajar. Ruangan itu cukup sederhana: meja kayu besar, kursi-kursi yang tidak terlalu nyaman, dan beberapa buku yang tersebar di sekitar meja. Cahaya lampu kuning yang temaram menambah kesan hangat di ruangan itu, meski hujan di luar masih terdengar rintiknya.
“Udah lama banget ya kita nggak belajar bareng di sini,” kata Citra, sambil duduk di kursi sebelah Adi, agak lebih dekat dari biasanya. Adi merasa sedikit gugup, namun dia berusaha tetap tenang.
Citra menaruh tasnya di samping dan membuka buku pelajaran matematika yang mereka kerjakan bersama. Namun, Adi merasa dirinya tidak bisa sepenuhnya fokus pada soal-soal yang ada. Mata Citra yang sedikit tertunduk, rambut hitamnya yang terurai dengan rapi, dan bau parfum manis yang masih terhirup dari kejauhan, seolah menghentikan segala pergerakan di sekitarnya.
Dia berusaha menatap buku di hadapannya, tetapi pikirannya terus melayang ke Citra. Setiap kali Citra menoleh atau menggerakkan tangannya, Adi merasa ada aliran listrik yang mengalir di antara mereka. Tangan Citra yang sesekali bersentuhan dengan tangannya saat mencari pena, atau bahkan tatapan mata yang terlalu lama, semuanya membuat Adi semakin merasa terjebak dalam perasaan yang tidak bisa dia jelaskan.
Citra mendekatkan dirinya sedikit, jarak mereka semakin berkurang, hingga Adi bisa merasakan panas tubuh Citra yang tak tertahankan. "Adi, kamu kenapa? Kayaknya aku ngeliat kamu jadi agak nggak fokus deh," Citra menggoda, suaranya lebih rendah dari biasanya.
Adi menoleh ke Citra, mencoba menyembunyikan perasaan yang bergemuruh di dalam dadanya. “Ah, nggak kok, cuma lagi pusing mikirin soal-soalnya,” jawabnya, meskipun suaranya terdengar sedikit tegang.
Citra tersenyum, dan Adi bisa melihat kilat menggoda di matanya. "Pusing ya? Atau jangan-jangan mikirin aku?" tanyanya, sedikit bernada menggoda, namun masih disertai dengan senyum manis yang sulit ditolak.
Hati Adi berdegup lebih kencang. “Citra…” Suaranya serak, seperti ada ketegangan yang perlahan mengalir di antara mereka. Rasanya, setiap kata yang keluar dari mulut Citra semakin sulit untuk ditangguhkan. Perasaan ini, yang sudah sejak lama terpendam, kini terasa semakin kuat.
Citra semakin mendekat. Tanpa memberi peringatan lebih lanjut, tangannya menyentuh lembut tangan Adi yang tergeletak di meja, dan sensasi panas langsung menyebar ke seluruh tubuh Adi. Rasanya seperti dunia berhenti berputar—hanya ada mereka berdua di ruang tamu itu, dalam keheningan yang dipenuhi perasaan yang menggelora.
“Jadi, Adi…,” suara Citra terdengar pelan, namun cukup tegas, “Kamu suka sama aku, kan?” tatapannya penuh dengan keyakinan, seperti sudah tahu jawabannya sebelum Adi sempat berkata apa pun.
Adi menghela napas, mencoba mengendalikan diri. Namun, entah kenapa, tatapan Citra begitu memikat, dan perasaan ingin mendekat semakin kuat. “Aku… nggak tahu, Citra. Tapi… aku juga ngerasa gitu. Aku nggak bisa bohong.”
Citra tersenyum, senyuman yang mengandung seribu makna. Tanpa memberi kesempatan bagi Adi untuk berkata lebih banyak, dia mendekat dan dengan lembut meletakkan bibirnya di pipi Adi. Satu sentuhan itu cukup untuk mengirimkan aliran listrik yang begitu panas ke seluruh tubuhnya.
“Citra, tunggu…” Adi merasa bingung, mulutnya ingin mengatakan sesuatu, namun tiba-tiba Citra sudah lebih dekat, hampir mencium bibirnya. Jarak mereka semakin rapat, dan udara di sekitar mereka terasa sesak.
“Kenapa, Adi? Apa kamu nggak mau coba?” Citra bertanya pelan, dengan suara yang hampir seperti bisikan. Dia menatap Adi dengan penuh hasrat yang sulit disembunyikan.
Adi terdiam, perasaannya kacau balau. Dia ingin mendekat, tetapi ada suara dalam dirinya yang meragukan semuanya. Apa yang mereka lakukan? Apakah mereka siap untuk ini? Namun, seakan ada sesuatu yang menariknya, dan dalam sekejap, bibir mereka akhirnya bertemu.
Rasa panas yang luar biasa mengalir di tubuh mereka. Ciuman itu tidak lambat, melainkan penuh dengan gairah yang spontan, seolah keduanya tidak bisa menahan dorongan fisik yang begitu kuat. Namun, hanya beberapa detik setelah itu, Adi menarik diri, merasa cemas.
“Apa kita harus lanjut, Citra?” Suara Adi terdengar terengah, penuh dengan kebingungan dan keraguan.
Citra menatapnya dengan mata yang sedikit terbuka, nafas mereka bersatu dalam keheningan. “Kalau nggak sekarang, kapan lagi, Adi?” kata Citra, senyumnya kali ini lebih serius, penuh dengan niat yang tak bisa disembunyikan lagi.
Dalam kesunyian itu, tubuh mereka semakin mendekat. Sentuhan tangan yang semakin intens, tatapan yang semakin dalam, hingga akhirnya Citra menggenggam leher Adi dan menariknya lebih dekat, meninggalkan ruangan yang panas dengan perasaan yang penuh gejolak. Adi tahu, bahwa hubungan ini lebih dari sekadar percakapan atau belajar—ini adalah sebuah percakapan antara dorongan dan ketegangan yang sudah lama terpendam.
kamu bisa dapatkan video dan cerita panas lainnya, klik di sini dan claim ke admin untuk gratisannya.
0 Comments